KESEJATIAN PRIA DALAM PERSPEKTIF FIRMAN TUHAN
Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar
Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
(Kej. 1:27)
Pendahuluan
Dalam banyak kebudayaan tersirat pemahaman
tentang bagaimana menjadi seorang pria atau menjadi pria sejati (manhood). Konstruksi kesejatian seorang
pria (manhood) terbangun di masing-masing kebudayaan sangat beragam. Dengan
beragamnya pemahaman tentang bagaimana menjadi seorang pria yang sejati,
membuat orang berpikir bahwa manhood
adalah produk kebudayaan. Tetapi fakta Alkitab menunjukan bahwa manusia atau
Pria telah ada jauh sebelum kebudayaan itu berkembang, maka konsep tentang
kesejatian seorang Pria (manhood)
bukan konsep yang muncul dari budaya tertentu tetapi konsep ini adalah konsep Alkitab
yang tentunya berasal dari Allah.
Kejadian 1:27, mengemukakan bahwa
sejak awal Allah telah merancangkan manusia itu dengan identitas Gender yang
jelas (laki-laki dan perempuan). Tentunya Allah mempunyai maksud dengan
menciptakan manusia sebagai Laki-laki dan perempuan.
Kata laki-laki dalam Alkitab
berasal dari kata Ibrani – zâkâr.
Kata ini memiliki arti - to remember,
untuk mengingat.[1] Kata ini
searti dengan budaya paternalis
dimana nama seorang laki-laki akan dilekatkan pada nama anak-anaknya sebagai nama
keluarga (Family name). Dengan
demikian, karakteristik seorang pria yang membuat dirinya berbeda dengan wanita
selalu diawali dari identitasnya. Identitas seorang Pria jelas terlihat dari
seksualitasnya. Pertanyaan standar yang sering kita dengar ketika seseorang anak
baru dilahirkan adalah apa identitas seksual anak itu. Karena itu, pemahaman
tentang kesejatian Pria (manhood)
tidak akan bisa dilepaskan dari pemahaman kita tentang male sexuality.
Male sexuality
Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan
bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging, Kej. 2:24
Kata satu daging dalam ayat
ini berasal dari kata ibrani ‘echâd bâsâr’. ‘echâd’ atinya unity – penyatuan, ‘bâsâr’
bisa diterjemahkan pudenta (Latin). Pudenta adalah bahasa Latin menunjuk
pada alat reproduksi manusia bagian
luar.[2]
Jadi, pengertian menjadi satu daging
jelas menunjuk pada penyatuan alat reproduksi pria – wanita.
Dasar pemahaman ini menunjukan
bahwa seorang pria bisa dikatakan memperoleh pengalaman menjadi seorang pria
yang utuh ketika ia menikah dan mengalami penyatuan seksual dengan isterinya.[3]
Karena ini merupakan ketetapan Allah maka manusia harus taat kepada ketetapan tersebut.
Ketika manusia melanggar ketetapan ini artinya manusia memberontak terhadap
Allah.
Peran dan Tanggung jawab Seorang Pria
TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden
untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Lalu TUHAN Allah memberi perintah
ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya dengan
bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah
kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.”
(Kej. 2:15-17)
dr. Andik Wijaya dalam bukunya sexual Holines membagikan peran seorang
laki-laki dalam 5 kategori yaitu:
1.
Provider
– Pencari Nafkah
2.
Protektor
– Pelindung
3.
Progeniter
– Model
4.
Preise
- Imam
5.
Propert
- Nabi
Pada hahekatnya semua Laki-laki
berperan sebagai kepala dalam keluarganya. Dalam menjalankan fungsi dan
tanggung jawabnya sebagai kepala, seorang laki-laki bertindak sebagai
pengendali dalam aktifitas keluarga.
TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden
untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. (Kej. 2:15).
Ayat ini mendiskripsikan apa yang
Adam harus lakukan di Taman Eden. Ketetapan ini Allah berikan kepada Adam
sebelum Allah menggagas pernikahan yang baru tertulis dalam pasal 2:18 dalam
kitab Kejadian (TUHAN Allah berfirman:
“Tidak baik, kalau manusia itu seorang
diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia”).
Seorang Laki-laki akan mengalami
fase-fase pertumbuhan mencapai situasi di mana laki-laki tersebut dapat mempraktekkan fungsinya
sebagai seorang Pria sejati. Fase pertumbuhan tersebut dapat tergambar dari 4 dimensi:
-
Dimensi Fisik
Pria ditetapkan
untuk melindungi istri dan anak-anaknya, bahkan komunitas dan bangsanya dari
berbagai ancaman fisik. Pada situasi tertentu pria harus siap untuk berperang
demi melindungi istri, anak-anak, komunitas dan bangsanya. Dalam kondisi aman,
perlindungan fisik dapat diekspresikan dengan membangun tempat tinggal yang
aman dan damai.
-
Dimensi Psikologis
-
Dimensi Sosial
-
Dimensi Spiritual
Bahan diskusi PERKARIA Daerah Kupang-NTT
BalasHapus